Mohammad Hatta dan Soepomo dihormati karena peranan penting mereka dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meskipun memiliki latar belakang dan bidang yang berbeda dalam gerakan nasionalis ini, mereka memiliki kesamaan dalam pandangan mereka terkait hubungan antara negara dan agama. Pandangan ini terungkap dalam pidato Mohammad Hatta pada tanggal 30 Mei 1945 dan juga tercermin dalam pemikiran Soepomo.
Mohammad Hatta, sosok pemimpin yang menduduki berbagai posisi penting dalam pemerintahan Indonesia, mengungkapkan pandangannya dalam pidatonya, bahwa negara tidak boleh mencampuradukkan urusan agama dan urusan negara harus dipisahkan dari urusan agama. Hal ini akan memberikan kebebasan bagi semua pemeluk agama untuk menjalankan ibadah mereka tanpa intervensi dari negara. Konsep ini mendukung pembentukan negara yang inklusif dan menghargai keberagaman agama.
Soepomo, yang terkenal sebagai Bapak Undang-Undang Dasar 1945, memiliki pandangan yang serupa. Dia percaya bahwa negara dan agama harus dipisahkan. Ini bukan berarti negara tidak menghargai agama, tapi lebih kepada bagaimana mendirikan negara yang menjunjung tinggi toleransi dan kebebasan beragama.
Pandangan ini sejalan dengan filosofi Pancasila, yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Dalam Pancasila, khususnya sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” memberikan jaminan akan kebebasan beragama bagi setiap warga negara, tanpa ada intervensi dari negara dalam urusan agama.
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa baik Mohammad Hatta maupun Soepomo memiliki pandangan yang sama terkait hubungan antara agama dan negara. Mereka percaya bahwa dalam negara yang pluralis seperti Indonesia, penting bagi negara untuk memisahkan urusan negara dan agama. Hal ini akan menjaga toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia.
Jadi, Jawabannya Apa?
Jawabannya adalah Soepomo dan Mohammad Hatta sama-sama menekankan pada pemisahan antara urusan agama dan negara. Konsep pemisahan ini bukan berarti mengecilkan peran agama, tetapi justru menjamin kebebasan dalam menjalankan agama bagi setiap individu, yang merupakan pilar utama dalam negara yang pluralis seperti Indonesia. Dengan memahami pemikiran dua tokoh ini, kita dapat lebih memahami prinsip-prinsip yang menjadi dasar negara kita dan bagaimana seharusnya negara dan agama dapat berdiri sejajar dalam masyarakat yang beragam.