Teori psikososial Erik Erikson merangkum delapan tahap perkembangan yang melibatkan konflik atau krisis yang harus dipecahkan. Pertama, dalam tahap trust vs mistrust; kedua, autonomy vs shame dan doubt; dan ketiga, initiative vs guilt. Mari kita bahas lebih jauh tentang makna tahap-tahap ini dan berikan contoh konkretnya.
Tahap Pertama: Trust vs Mistrust
Pada tahap ini, bayi tergantung sepenuhnya pada orang tua atau pengasuh untuk kebutuhan dasarnya seperti makanan, minuman, dan perawatan. Jika kebutuhan ini dipenuhi secara konsisten dan dipenuhi dengan kasih sayang, bayi akan belajar bahwa dunia aman dan dapat dipercaya. Jika sebaliknya, bayi mungkin mengembangkan rasa ketidakpercayaan terhadap orang dan lingkungan sekitarnya.
Sebagai contoh, jika seorang bayi menangis karena kelaparan dan ibunya datang dengan cepat untuk memberinya makan, bayi akan mulai mengembangkan rasa percaya bahwa orang lain akan merawatnya. Tetapi jika bayi dibiarkan menangis selama berjam-jam tanpa mendapatkan makanan atau perawatan, dia mungkin akan merasa tidak aman dan tidak percaya pada orang lain.
Tahap Kedua: Autonomy vs Shame & Doubt
Di tahap ini, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitarnya dan mencari otonomi atau keinginan untuk melakukan hal-hal sendiri. Anak berusaha melakukan banyak hal secara mandiri dan jika diberikan ruang untuk belajar dan membuat kesalahan, anak akan mengembangkan rasa otonomi. Jika dihambat atau dicemooh, mereka mungkin merasa malu dan ragu-ragu dalam kemampuan mereka.
Misalnya, seorang anak yang sedang belajar untuk memakai celananya sendiri. Jika orang tua membiarkannya mencoba, meski sempat mengalami kesulitan, anak tersebut akan mengembangkan rasa otonomi. Tetapi jika orang tua selalu melakukannya untuk mereka atau mencemooh mereka ketika mereka melakukan kesalahan, anak mungkin akan merasa malu dan meragukan kemampuan mereka.
Tahap Ketiga: Initiative vs Guilt
Pada tahap ini, anak mulai bermain dan berinteraksi lebih banyak dengan orang lain. Mereka merasa ingin mengerjakan sesuatu dan mulai berinisiatif. Jika inisiatif ini didukung, mereka akan merasa senang dan percaya diri. Jika tidak, mereka mungkin akan merasa bersalah dan tidak berani untuk berinisiatif lagi.
Sebagai contoh, anak yang berinisiatif untuk merangkai puzzle dan mendapat dukungan dari orang tuanya akan merasa senang dan percaya diri. Tetapi jika orang tuanya menganggap tindakan mereka membuat kekacauan dan menegur mereka, anak mungkin akan merasa bersalah dan takut untuk berinisiatif lagi.