Dalam periode krusial pada paruh pertama tahun 1960-an, dunia menjadi saksi atas sebuah keputusan berani dan kontroversial dari Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno. Penegasannya dalam sebuah rapat umum antipangkalan militer asing bahwa Indonesia akan keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengundang perhatian besar. Keputusan historis ini terjadi pada tanggal 20 Januari 1965.
Soekarno, sering dikenal sebagai “Bung Karno” oleh rakyat Indonesia, dengan lantang menyuarakan kritik tajamnya terhadap PBB. Dalam pandangannya, organisasi ini telah gagal mengimplementasikan konsep dan nilai-nilai yang menjadi landasannya, dengan mengesampingkan negara-negara miskin dan berkembang, sehingga membuka jalan untuk dominasi oleh negara-negara besar dan kuat.
Konteks dan Alasan Pengunduran Diri
Sejumlah besar faktor mempengaruhi keputusan Bung Karno dalam menarik Indonesia dari PBB. Salah satunya adalah percekcokan dengan Malaysia, yang ditambah dengan masuknya Malaysia sebagai anggota PBB pada tahun 1964. Indonesia menentang kedaulatan baru Malaysia, dan kegagalan PBB dalam menyelesaikan sengketa tersebut mendorong Indonesia lebih jauh dari organisasi tersebut.
Selain itu, Soekarno juga merasa terkecewa dengan apa yang dia anggap sebagai kesenjangan besar antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang dalam PBB. Dengan latar belakang Perang Dingin dan perjuangan antara blok Barat dan Timur, Bung Karno menilai PBB sebagai lembaga yang tidak berhasil mencapai tujuannya dalam mempromosikan perdamaian dan keadilan global.
Reaksi dan Dampak Pengunduran Diri
Keputusan untuk keluar dari PBB menciptakan gejolak politik baik di dalam maupun luar negeri. Banyak pihak merasa khawatir tentang dampak pilihan ini terhadap posisi dan hubungan internasional Indonesia. Resiko isolasi internasional dan gangguan pada hubungan diplomatik adalah beberapa tantangan yang berpotensi dihadapi Indonesia.
Namun, Bung Karno tetap kuat dalam keputusannya. Dalam pandangannya, keluar dari PBB adalah cara bagi Indonesia untuk menunjukkan penolakan terhadap adanya ketidakadilan dan dominasi oleh negara-negara kuat. Ini menjadi langkah simbolis untuk menunjukkan keteguhan Indonesia dalam mempertahankan kedaulatannya dan menjunjung tinggi prinsip keadilan internasional.
Kembalinya Indonesia ke PBB
Perubahan politik intern di Indonesia berarti bahwa pada tanggal 28 September 1966, Indonesia memutuskan untuk kembali mengajukan diri sebagai anggota PBB. Dengan demikian, Indonesia kembali bergabung dalam komunitas internasional dan kembali berkomitmen untuk berpartisipasi dalam upaya-upaya bersama menuju perdamaian dan kesejahteraan global, sejalan dengan tujuan dan prinsip PBB.
Meskipun keputusan Soekarno untuk keluar dari PBB sangat kontroversial, itu menunjukkan tekad kuat dan independensi negara Indonesia. Keberanian untuk menentang tekanan internasional dan berjuang demi prinsip yang diyakini merupakan inkarnasi dari semangat kebangsaan Indonesia dan memberikan bahan yang kaya untuk diskusi dan refleksi tentang sejarah dan politik Indonesia.