Bagi seorang peneliti atau penulis, tanda tanda atau petunjuk yang tersurat maupun tersirat dalam sebuah penggalan cerita atau penuturan bisa menjadi sumber jawaban atau pemahaman yang cerdik. Menyimak sebuah penuturan, bahkan dalam keheningan yang sekilas, bisa membuka wawasan serta menawarkan perspektif baru yang bisa dipertanyakan, dianalisis dan disarankan.
Dengan pertanyaan seperti, “Apa saran tuan?”, seorang pembaca diajak untuk merenung dan mempertanyakan konteks serta pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Melalui peran sebagai Danurejo II, penulis diharapkan memberikan jawaban atau penjelasan yang jernih dan lurus terhadap pertanyaan yang diajukan.
Dalam konteks ini, Danurejo II menggunakan analogi “melawan Kompeni disadari Sri Sultan sebagai menimba air dengan keranjang” untuk menggambarkan usaha yang sia sia. Namun, dalam keadaan dimana persatuan terbentuk dan kekuatan berkumpul, seperti antara rakyat Yogyakarta dan rakyat Surakarta, situasi itu bisa menjadi kekuatan yang tidak terduga.
Melalui penggalan cerita ini, penulis mengedepankan fungsi komunikasi dan interaksi sosial. Komunikasi menjadi cara utama untuk mengungkapkan pendapat, meminta saran, dan menegaskan aksi dan sikap yang perlu diambil dalam suatu situasi. Di sisi lain, interaksi sosial juga dikemukakan sebagai kekuatan penting yang bisa mempengaruhi perubahan dan menciptakan kekuatan baru yang tak terduga.
Semakin intensif dan aktif proses komunikasi dan interaksi sosial, semakin besar juga kemungkinan kita untuk menemukan jawaban cerdik dari pertanyaan kita, seperti yang dinyatakan oleh Danurejo II dalam penggalan cerita tersebut. Sehingga, penggalan cerita tidak hanya sebagai medium untuk bercerita, tapi juga medium untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan pembaca.
