Indonesia dalam sejarahnya telah mengalami berbagai transformasi politik. Salah satu transformasi tersebut adalah terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pengumuman dekrit ini merupakan momen penting dalam sejarah politik Indonesia. Tutupnya babak demokrasi parlementer dan terbukanya era orde lama ditandai oleh terbitnya dekrit ini. Namun, apa yang mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan dekrit tersebut?
Faktor-Faktor Pendorong Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 tidak lepas dari berbagai faktor yang mendelegitimasi demokrasi parlementer dan mendorong kemunculan era Orde Lama. Para ahli sejarah mencatat beberapa faktor utama yang mempengaruhi langkah-langkah ini.
Keadaan Politik
Pertama dan yang paling penting adalah keadaan politik yang tidak stabil. Dalam satu dekade pertama kemerdekaan, Indonesia telah mengalami pergantian pemerintahan sebanyak tujuh kali. Agar bisa menjaga stabilitas dan meredam ketidakpastian politik, diperlukan tindakan tegas dan cepat, yang diharapkan bisa dilakukan melalui pengumuman dekrit.
Kegagalan Demokrasi Parlementer
Demokrasi parlementer yang Indonesia coba terapkan setelah kemerdekaan ternyata tidak berfungsi dengan baik. Demokrasi tersebut semakin terkikis oleh praktik korupsi, perpecahan politik, dan inkonsistensi kebijakan. Kegagalan ini menjadi alasan penting mengapa dekrit dikeluarkan.
Tekanan dari Militer
Militer juga memainkan peran penting dalam mendorong pengumuman dekrit. Mereka merasa tidak puas dengan cara kerja parlemen dan kebijakan yang dihasilkan. Oleh karena itu, mereka menuntut adanya perubahan struktur politik dan turut mendorong pengumuman Dekrit Presiden.
Kesimpulan
Dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno adalah respons terhadap berbagai faktor yang mendelegitimasi demokrasi parlementer dan merusak stabilitas politik di Indonesia. Tidak stabilnya kondisi politik, kegagalan demokrasi parlementer, dan tekanan dari militer adalah faktor kunci yang mempengaruhi pengumuman dekrit ini, yang pada akhirnya mengubah sejarah politik Indonesia.