Negara Indonesia, sebagai negara berdaulat, memiliki aturan dasar yang menjadi garda terdepan dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan, yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Rumusannya sejak 18 Agustus 1945 telah menjadi rujukan sentral dan dasar hukum tertinggi dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Adapun sebuah dokumen lain, Piagam Jakarta (atau Jakarta Charter), yang pernah menjadi perdebatan dalam proses pembuatan UUD 1945, kini bukan menjadi acuan utama. Lalu, apa alasan sebenarnya mengapa rumusan yang digunakan sebagai dasar negara sampai saat ini adalah rumusan UUD 1945 bukan Piagam Jakarta? Artikel ini akan mencoba mengupas beberapa alasan di balik hal tersebut.
Komitmen Terhadap Keberagaman dan Pluralitas
Indonesia adalah negara yang plural dan memiliki beragam suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Dalam rumusan UUD 1945, prinsip ini diakui dan dihargai, sementara Piagam Jakarta cenderung menekankan pada satu agama yaitu Islam, yang mungkin saja berisiko menimbulkan diskriminasi terhadap pemeluk agama-agama lain.
Rumusan dalam Pembukaan UUD 1945 menyebutkan, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”. Dalam penjelasan ini, UUD 1945 menekankan pada perlindungan dan pemajuan kesejahteraan umum semua bangsa Indonesia, tanpa memandang perbedaan SARA.
Kompromi dalam Pelaksanaannya
Rumusan UUD 1945 merupakan hasil kompromi dan kesepakatan bersama dari semua pihak yang terlibat dalam proses pembentukannya, termasuk mereka yang mewakili berbagai golongan keagamaan dan etnis di Indonesia. Terdapat beberapa fraksi yang menentang penggunaan Piagam Jakarta sebagai dasar negara, dikarenakan merasa kondisi negara ketika itu belum cukup matang untuk menerapkan syariat agama tertentu dalam konstitusi.
Keputusan Konferensi Meja Bundar
Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, telah diputuskan bahwa Piagam Jakarta tidak dijadikan sebagai dasar negara dan ditandatangani oleh semua pihak. Keputusan ini kemudian mempengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia yang memilih untuk menggunakan UUD 1945 sebagai dasar negara.
Konsistensi Kontitusi Negara
UUD 1945, sejak pertama kali disahkan, hingga saat ini sudah pernah direvisi sebanyak 4 kali yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002. Namun, perubahan tersebut tidak mengubah esensi dasar UUD yang berlaku sebagai konstitusi negara. Pemilihan UUD 1945 sebagai dasar negara juga mencerminkan konsistensi dan komitmen Indonesia terhadap konstitusi negara.
Dengan demikian, keputusan untuk memilih rumusan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai dasar negara hingga saat ini bukan berarti mengesampingkan Piagam Jakarta. Sebaliknya, ini adalah wujud dari komitmen Indonesia sebagai negara yang menghargai dan memelihara keberagaman, serta keinginan untuk menjaga stabilitas dan harmoni antar warga negara.