Gerakan atau program benteng adalah suatu inisiatif yang muncul dalam berbagai bentuk di banyak negara, bertujuan untuk mempromosikan budaya dan ekonomi lokal dari tekanan eksternal. Namun, dalam konteks khusus Indonesia, terdapat sebuah program ekonomi yang sering disebut sebagai “Benteng Program” atau “Program Benteng” yang dijalankan pada masa Orde Lama di bawah Presiden Sukarno.
Latar Belakang dan Tujuan Program Benteng
Program Benteng merupakan suatu kebijakan ekonomi yang berlangsung selama periode 1950-an hingga akhir 1960-an. Kebijakan ini diterapkan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor barang dan komoditas dari luar negeri, terutama dari negara-negara penjajah. Program ini bermaksud untuk mengurangi ketergantungan negara ini terhadap produk asing, meningkatkan produksi dalam negeri dan mempromosikan produk lokal.
Implementasi Program Benteng
Pelaksanaan program benteng menekankan pada perlindungan pasar dalam negeri dengan membatasi impor, serta memberikan prioritas dan insentif kepada produsen dan pengusaha lokal. Dalam hal ini, program ini dapat dipandang sebagai bentuk awal dari ‘nationalisme ekonomi’. Pemerintah membentuk Biro Perencanaan Import (BPI) dan Barisan Pertahanan Ekonomi untuk pengendalian dan koordinasi program ini.
Penyebab Kegagalan Program Benteng
Namun, Program Benteng tidak berhasil seperti yang diharapkan. Ada beberapa alasan utama yang melatarbelakangi kegagalannya.
- Korupsi dan Nepotisme:
Pelaksanaan program benteng sering kali dikaitkan dengan tindakan korupsi dan nepotisme. Banyak pengusaha yang diberikan lisensi impor cenderung menyalahgunakannya untuk keuntungan pribadi.
- Penyelundupan dan Distorsi Pasar:
Pembatasan impor sering kali mendorong peningkatan aktivitas penyelundupan. Selain itu, kebijakan ini juga dapat menciptakan distorsi pasar dan menimbulkan berbagai praktik perdagangan ilegal.
- Kurangnya Infrastruktur:
Infrastruktur produksi dan transportasi yang tidak memadai juga membuat program ini sulit untuk berhasil.
- Lemahnya Institusi Pengawas:
Regulasi dan institusi yang lemah juga berkontribusi pada kegagalan ini. Kurangnya penegakan hukum dan pengawasan yang efektif memungkinkan berbagai praktek ilegal berlangsung.
Oleh karena itu, meski memiliki niat baik yaitu mendukung perkembangan ekonomi lokal dan mempromosikan kemandirian ekonomi, Program Benteng akhirnya harus berakhir karena tidak mampu mencapai tujuan-tujuannya. Ini menjadi contoh bahwa implementasi dan pencapaian kebijakan ekonomi memerlukan tidak hanya niat baik, tetapi juga tata kelola yang efisien dan efektif.