Perjanjian Hudaibiyah adalah sebuah titik penting dalam sejarah Islam. Ini adalah perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dan kaum Quraish dari Mekkah yang digunakan untuk mengakhiri perang saudara. Perjanjian tersebut mengatur banyak ketentuan, tetapi perubahan tertentu dalam naskahnya memiliki kepentingan historis yang signifikan dan simbolis.
Salah satu contoh perubahan ini adalah penghapusan dan penggantian frase ‘Muhammad Rasulullah’ menjadi ‘Muhammad bin Abdullah’.
Konteks Perjanjian Hudaibiyah
Pada saat Nabi Muhammad SAW dan umat Islam dari Madinah ingin melakukan Umrah (ibadah haji kecil) ke Mekkah, mereka dilarang oleh kaum Quraish. Kejadian inilah yang mendorong kedua belah pihak untuk duduk bersama dan menegosiasikan perjanjian perdamaian yang dikenal sebagai Perjanjian Hudaibiyah.
Perjanjian ini diberi nama dari tempat di mana perjanjian tersebut ditulis dan ditandatangani, yaitu di Hudaibiyah, sebuah daerah di luar Mekkah. Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini didasarkan pada prinsip keseimbangan dan keadilan, dan merefleksikan kebijaksanaan dan kesabaran Nabi Muhammad SAW dalam menangani situasi yang sulit.
Perubahan dalam Kalimat ‘Muhammad Rasulullah’
Pada saat naskah perjanjian sedang ditulis, kaum Quraish menolak penggunaan gelar ‘Rasulullah’ (Rasul Allah) untuk merujuk kepada Nabi Muhammad. Mereka berargumen bahwa jika mereka mengakui gelar ini, tidak akan ada konflik antara kedua belah pihak. Karenanya, mereka meminta kalimat ‘Muhammad Rasulullah’ digantikan dengan ‘Muhammad bin Abdullah’, menggunakan nama ayah Nabi sebagai identifikasi.
Meskipun ini mungkin tampak sebagai penolakan atau penurunan status bagi Nabi Muhammad SAW, beliau menunjukkan kemurahan hati dan kesabaran dalam menangani situasi ini. Nabi mengakui perubahan ini, menunjukkan kerendahan hati dan kerelaan untuk mencapai perdamaian, meski harus mengorbankan penggunaan gelar yang sangat penting bagi dirinya dan umat Islam.
Dampak dari Perubahan Ini
Perubahan sederhana ini memiliki dampak yang mendalam. Ini mengungkapkan betapa Nabi Muhammad SAW sangat berkomitmen untuk perdamaian, bahwa beliau bersedia mengorbankan pengakuan terhadap status rasul demi mencapai kedamaian.
Tindakan beliau ini juga dianggap sebagai penegasan bahwa peranan beliau bukan hanya sebagai seorang rasul, tetapi juga sebagai pemimpin dan diplomat. Ini menunjukkan betapa beliau memiliki kebijaksanaan dan kesabaran dalam menangani situasi sulit, dan betapa beliau bisa menjadi fleksibel dan pragmatis ketika diperlukan demi mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu perdamaian.
Penggantian kalimat ini juga mencerminkan bagaimana aktivitas diplomasi bisa melibatkan negosiasi dan kompromi, dan bagaimana menerima kompromi dapat meredakan konflik dan membawa kedamaian.
Singkatnya, perubahan dari ‘Muhammad Rasulullah’ menjadi ‘Muhammad bin Abdullah’ dalam Perjanjian Hudaibiyah adalah sebuah tindakan simbolis yang membawa banyak pelajaran tentang sikap, diplomasi, dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan konflik dan mencapai perdamaian.