Dalam rangka menyesuaikan diri dengan dinamika ekonomi serta upaya pengelolaan persediaan yang lebih efisien dan efektif, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang membolehkan perusahaan-perusahaan untuk mengubah metode penilaian persediaannya ke metode LIFO. Kebijakan ini diambil setelah melalui serangkaian evaluasi yang mendalam.
Metode penilaian persediaan sangat menentukan dalam proses pencatatan dan pelaporan keuangan. Ada beragam metode yang bisa digunakan oleh perusahaan dalam menilai persediaannya, seperti metode FIFO (First In First Out), LIFO (Last In First Out), dan metode rata-rata tertimbang. Setiap metode memiliki kebijakan dan aturan tersendiri serta berpengaruh terhadap pengelolaan persediaan dan perhitungan profit.
Metode LIFO diakui sebagai metode yang lebih realistis dalam lingkungan inflasi. Menurut metode ini, barang persediaan yang terakhir kali diperoleh adalah yang pertama kali dijual. Dengan kata lain, dalam kondisi inflasi, beban pokok penjualan (cost of goods sold/COGS) menjadi tinggi, sementara nilai persediaan dalam neraca menjadi rendah. Akibatnya, laba perusahaan menjadi lebih rendah, dan ini dapat mengurangi kewajiban pajak perusahaan.
Meskipun metode LIFO memiliki beberapa keuntungan seperti pengurangan kewajiban pajak dan peningkatan aliran kas, perlu diingat bahwa metode ini tidak mencerminkan langkah-langkah fisik aktual dari persediaan. Permintaan dan preferensi pelanggan tidak selalu sejalan dengan metode LIFO. Misalnya, bisa saja terjadi kasus dimana barang yang paling baru justru kurang laku dibanding barang yang lebih lama.
Bagi perusahaan yang ingin mengubah metode penilaian persediaannya, harus melakukan analisis yang cermat, termasuk pro dan kontra dari setiap metode. Selain itu, perusahaan harus memahami implikasi dari perubahan ini, dan mempertimbangkan dampak perubahan tersebut terhadap laporan keuangan dan pajak perusahaan.
Secara keseluruhan, kebijakan pemerintah ini merupakah langkah yang inovatif untuk memberi fleksibilitas bagi perusahaan dalam mengelola persediaan mereka. Selain itu, kebijakan ini juga mencerminkan respons pemerintah terhadap realitas dan kebutuhan ekonomi yang terus berubah. Meski demikian, efektivitas dari kebijakan ini masih tergantung pada implementasinya oleh perusahaan di lapangan.