Kegiatan distribusi merupakan elemen penting dalam menjalankan bisnis. Di dalamnya, terkandung berbagai macam mekanisme dan strategi yang digunakan oleh perusahaan untuk memastikan bahwa barang dan jasa yang diproduksi mampu sampai ke tangan konsumen dengan efisien dan efektif. Salah satu metode dalam melakukan kegiatan distribusi adalah dengan menggunakan perantara lain. Dalam konteks ini, perantara lain merujuk kepada pihak ketiga yang turut serta membantu proses distribusi. Maka, kegiatan distribusi yang menggunakan perantara lain dalam menyalurkan barang dan jasa sampai kepada konsumen disebut distribusi melalui jalur tidak langsung atau distribusi tidak langsung.
Distribusi tidak langsung ini melibatkan pihak ketiga, seperti agen, distributor, atau pengecer yang terlibat dalam melakukan kegiatan distribusi dari produsen ke konsumen. Dalam hal ini, produsen tidak menjual langsung kepada konsumen, tetapi melalui perantara-perantara ini. Keuntungan dari sistem distribusi ini adalah kegiatan distribusi bisa dilakukan dengan jangkauan yang lebih luas, termasuk ke daerah atau lokasi yang sulit dijangkau oleh produsen langsung.
Meskipun demikian, bentuk distribusi ini turut pula menimbulkan risiko, seperti potensi konflik antara produsen dan perantara, pengendalian yang lebih kecil terhadap harga jual akhir, dan tergantungnya produsen terhadap perantara. Oleh karena itu, dalam menerapkan distribusi tidak langsung, produsen harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk pemilihan perantara yang tepat dan pengendalian kualitas produk selama proses distribusi berlangsung.
Secara umum, sementara distribusi langsung memungkinkan produsen untuk memiliki kontrol lebih besar atas penjualan dan layanan pelanggan, distribusi tidak langsung dapat membantu dalam membuka akses ke pasar baru dan lebih luas. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya, sehingga perusahaan perlu melakukan penelitian dan strategi yang matang untuk memilih metode distribusi yang paling efisien dan efektif.