Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengalami interaksi dengan individu yang datang dari berbagai latar belakang agama, budaya, dan etnis. Beberapa kali, situasi ini mungkin memicu konflik. Namun, banyak juga insiden yang justru menghasilkan kolaborasi yang produktif dan harmonis antara dua kelompok yang berbeda ini. Sebagai sebuah contoh, kita dapat melihat kasus kerjasama antara masyarakat Muslim dan Hindu di Bali, Indonesia.
Bali adalah pulau di Indonesia yang dikenal karena mayoritas penduduknya adalah penganut agama Hindu. Meski begitu, terdapat juga kelompok minoritas Muslim yang hidup di tengah masyarakat Hindu ini. Menariknya, meski berbeda agama dan budaya, kedua kelompok ini mampu menjalin kerjasama yang harmonis dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
Misalnya, dalam praktik acara keagamaan atau upacara adat, kelompok minoritas Muslim sering kali melibatkan diri untuk membantu masyarakat Hindu. ini bisa meliputi segala sesuatu mulai dari pengaturan acara, penyediaan bahan, hingga pada partisipasi langsung dalam upacara tersebut. Sebaliknya, masyarakat Hindu juga turut membantu dan menghormati perayaan yang dilakukan oleh masyarakat Muslim (IPAC, 2018).
Pendekatan multikultural dalam kasus ini sangat penting. Pada dasarnya, pendekatan multikultural menghargai perbedaan dan menekankan pentingnya saling menghargai dan menghormati antar individu dari kelompok yang berbeda. Ini tercermin dalam kasus kerjasama antara masyarakat Muslim dan Hindu di Bali. Kedua kelompok ini tidak hanya menghargai perbedaan dalam hal agama dan budaya, tetapi juga saling bekerja sama dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari dan bahkan dalam perayaan keagamaan dan budaya masing-masing.
Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah bahwa, meski terdapat perbedaan agama, budaya, dan etnis, kerjasama antar kelompok yang berbeda ini masih bisa terjalin dengan baik. Ini menunjukkan bahwa perbedaan tidak harus menjadi penghalang dalam kerjasama antar kelompok, asalkan ada penghargaan dan rasa hormat yang saling terjaga diantara kedua kelompok tersebut.
Pada akhirnya, meski perbedaan agama, budaya, atau etnis dapat menimbulkan potensi konflik, namun jika dikelola dengan baik melalui pendekatan multikultural, perbedaan ini justru dapat menjadi kekuatan dalam menjalin kerjasama yang lebih baik dan effektif antar kelompok yang berbeda.
Untuk memperkuat argumen ini, beberapa sumber yang valid dan relevan meliputi:
- Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) reports, “After Ahok: The Islamist Agenda in Indonesia” (2018).
- I Ketut Ardhana, Ni Kadek Yuniari, I Ketut Sudarsana, “Multicultural Education, A Study of the Application of Multicultural Education at High Schools in Jembrana-Bali, Indonesia” (2016) in Journal of Education and Practice.
Jadi, jawabannya apa?
Perbedaan agama, budaya atau etnis bukanlah penghalang untuk kerjasama, malah bisa menjadi penguat harmoni jika kita menerapkan pendekatan multikultural. Parameter penting dalam pendekatan ini yaitu penghormatan dan penerimaan terhadap perbedaan. Sehingga, bukannya menjadi sumber konflik, perbedaan tersebut justru dapat menjadi titik temu dalam kerjasama antar dua kelompok dengan latar belakang agama, budaya, atau etnis yang berbeda.