Hakim Agung memiliki peran yang sangat penting dalam sistem hukum di suatu negara. Skala dan kompleksitas tugas yang mereka tanggung merupakan alasan utama mengapa proses pengangkatan mereka harus melalui tahapan dan pertimbangan yang ketat. Lalu, lembaga yang berwenang memutuskan pengangkatan Hakim Agung adalah apa?
Pada umumnya, di banyak negara demokrasi termasuk Indonesia, lembaga tersebut adalah Presiden, tapi tidak berarti terjadi secara langsung dan sepihak. Proses pengangkatan Hakim Agung di Indonesia sangat unik dan melibatkan beberapa lembaga penting lainnya seperti Komisi Yudisial dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 24B Ayat (1) disebutkan, “Hakim Agung dipilih oleh Komisi Yudisial dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.” Dalam hal ini, peran Komisi Yudisial sangat penting karena mereka adalah yang pertama kali menyeleksi calon Hakim Agung. Selain itu, mereka juga berwenang memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk pengangkatan atau pemberhentian Hakim Agung.
Setelah melalui seleksi oleh Komisi Yudisial, calon Hakim Agung akan diajukan kepada Presiden. Dalam pengangkatan ini, Presiden tidak berhak unilaterally menentukan apakah calon itu dapat menjadi Hakim Agung atau tidak. Pasal 24B Ayat (2) menjelaskan, “Presiden mengangkat Hakim Agung dengan mempertimbangkan pertimbangan DPR.” Dengan ini, DPR juga memiliki peran penting dalam pengangkatan Hakim Agung.
Dari kali ini kita dapat memahami bahwa pengangkatan Hakim Agung adalah proses yang demokratis dan melibatkan beberapa lembaga. Dengan mekanisme ini, dapat memastikan bahwa Hakim Agung yang diangkat adalah individu yang kompeten dan layak untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Jadi, jawabannya apa? Lembaga yang berwenang memutuskan pengangkatan Hakim Agung adalah Presiden, namun dengan persetujuan dari DPR dan pertimbangan dari Komisi Yudisial.