Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang memiliki tugas dan wewenang untuk memberantas kejahatan korupsi di Indonesia. Seperti yang tercantum dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi dengan, supervisi terhadap, dan melakukan penuntutan tindak pidana korupsi. Lembaga ini berdiri dengan mendasarkan diri pada sejumlah asas.
Salah satu asas yang menjadi landasan kerja KPK adalah asas kepentingan umum. Ini berarti bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK selalu berusaha untuk mendahulukan kepentingan masyarakat banyak. Ini sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan dengan asas kepentingan umum.
Dalam konteks ini, mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif menjadi salah satu metode KPK dalam menjalankan tugasnya. Metode tersebut diterapkan dengan tujuan untuk mendahulukan kepentingan masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
- Aspiratif: KPK berusaha untuk merespon dan mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Hal ini dilakukan melalui berbagai cara, seperti menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat, melakukan sosialisasi tentang bahaya korupsi, dan lain sebagainya.
- Akomodatif: KPK berusaha untuk mengakomodasi berbagai perspektif dan kepentingan dalam proses pemberantasan korupsi. Hal ini antara lain dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai pihak, baik itu lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun masyarakat umum.
- Selektif: KPK juga bertindak secara selektif dalam menangani kasus korupsi. Hal ini berarti bahwa KPK hanya fokus pada kasus-kasus yang memiliki dampak signifikan terhadap kepentingan umum.
Sebagai kesimpulan, KPK beroperasi berdasarkan asas kepentingan umum, menjadikan aspiratif, akomodatif, dan selektif sebagai panduan utama mereka, sambil selalu berusaha untuk mendahulukan kesejahteraan rakyat.