Amnesti adalah hak prerogatif presiden yang merupakan hak istimewa yang diberikan oleh konstitusi kepada presiden untuk memberikan pengampunan atas suatu kejahatan dengan syarat tertentu. Ini merupakan sebuah bentuk kebijaksanaan yang diterapkan dalam hukum pidana. Proses ini menghapuskan hukuman bagi mereka yang telah dihukum karena perkara criminal, atau mengurangi setiap tindakan pidana dalam beberapa kondisi tertentu. Namun, dalam pemberian amnesti ini, presiden tidaklah bertindak sendirian. Menurut UUD 1945 pasal 14 berbunyi “Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.”
Dalam menjalankan hak prerogatifnya ini, Presiden Republik Indonesia meminta pertimbangan kepada Mahkamah Agung. Dalam konteks Indonesia, Mahkamah Agung merupakan lembaga yudikatif tertinggi yang memegang kewenangan penuh atas peradilan dalam lingkup yudisial. Presiden meminta pertimbangannya agar pemberian amnesti ini sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, dan juga untuk menjaga keadilan dan hak asasi manusia.
Menurut Pasal 24B ayat (1) dan (2) UUD 1945, Mahkamah Agung berperan dalam memberikan penilaian hukum terhadap pemberian amnesti oleh presiden. Kedudukan Mahkamah Agung dalam membantu presiden dalam pemberian amnesti ini menunjukkan suatu upaya untuk memperkuat prinsip checks and balances dalam sistem hukum pidana, dan memastikan setiap kebijakan pemberian amnesti oleh presiden berjalan secara adil dan transparan.
Dalam pemberian amnesti ini, terdapat pertimbangan yang sering muncul, yaitu pertimbangan hukum, moral, politik, dan pertimbangan kemanusiaan. Selain itu, presiden juga harus mempertimbangkan pandangan masyarakat umum dalam proses penentuan amnesti ini.
Sehingga, pemberian amnesti oleh presiden bukanlah proses yang sederhana. Presiden tidak hanya mengambil keputusan sepihak, namun harus mempertimbangkan banyak aspek dan memastikan proses tersebut berlangsung dalam koridor hukum pidana, dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung.