Dalam melaksanakan ibadah, seorang Muslim diingatkan untuk selalu melibatkan hati dan pikirannya. Menyembah Allah SWT bukan hanya sekedar serangkaian gerakan fisik dan ucapan lisan, tetapi lebih dari itu adalah suatu proses yang mengandung makna mendalam, melibatkan kehadiran Allah SWT dalam pikiran dan hati kita.
Konsep ‘menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya’ diambil dari hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Hadits ini menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah berkata: “Ibadahlah Allah seakan-akan Anda melihat-Nya, karena jika Anda tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat Anda.” Makna hadits ini mengajarkan kita tentang etika beribadah.
jika kita tidak mampu membayangkan melihat-Nya, kita dituntut untuk membayangkan bahwa Allah melihat apa yang kita lakukan. Dengan kata lain, kita harus menyadari bahwa Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat dan Maha Mendengar. Allah menyaksikan seluruh aktivitas kita, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Konsepsi ini adalah fondasi penting dalam mencapai kualitas ibadah yang tinggi dan merupakan suatu bentuk kesadaran bahwa Allah SWT selalu hadir dan mengawasi kita. Dalam beribadah—baik itu shalat, berpuasa, membaca Al-Quran, maupun berzikir—seorang muslim harus selalu mempertahankan perasaan khusyuk, yakni rasa takut dan penghormatan yang mendalam kepada Allah SWT.
Membayangkan bahwa Allah SWT melihat setiap perbuatan kita memiliki sejumlah manfaat spiritual. Pertama, ini menumbuhkan rasa malu kepada Allah SWT jika kita melakukan perbuatan yang tidak baik. Kedua, ini mendorong kita untuk berusaha sebaik mungkin dalam setiap perbuatan kita, karena kita ingin perbuatan baik kita dilihat oleh Allah SWT. Ketiga, ini membantu kita untuk selalu berada dalam kondisi vigilan dan mengawasi tindakan kita sendiri, sehingga kita menghindari hal-hal yang dapat menurunkan kualitas ibadah kita.
Dengan demikian, konsep ‘menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya. Jika tidak mampu membayangkan melihat-Nya, membayangkan sesungguhnya Allah SWT melihat perbuatannya’ adalah suatu pengertian yang fundamental dalam islam.
Jadi, jawabannya apa? Jawabannya adalah bahwa ibadah harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan kehadiran pikiran. Baik kita mampu membayangkan melihat Allah atau tidak, kita harus selalu beribadah dengan perasaan bahwa Allah SWT melihat kita. Dengan demikian, ibadah kita tidak hanya menjadi serangkaian ritus kosong, tetapi merupakan suatu komunikasi langsung dengan Allah SWT yang penuh makna dan nilai.