Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga representatif tertinggi dalam pemerintahan Indonesia memiliki tugas dan wewenang penting dalam sistem konstitusional. Salah satunya adalah peran dalam upaya pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, jika diperlukan.
MPR mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan sidang guna membahas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden. Ini mencakup pembahasan alasannya, yang dapat berkisar dari pelanggaran hukum sampai kepada isu-isu lain yang dapat merusak kepercayaan rakyat.
Untuk melaksanakan kewenangan ini, terdapat beberapa batas waktu yang harus dipahami. MPR harus menyelenggarakan sidang ini ‘paling lambat’ dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Batas waktu ini berarti pembahasan soal pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden perlu segera dituntaskan, agar tidak memberikan dampak negatif ke dalam pemerintahan dan rakyat Indonesia secara umum.
Melalui proses sidang ini, MPR melakukan suatu verifikasi terhadap pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden. Dalam sidang tersebut, MPR juga membahas sendi-sendi hukum dan asumsi pelanggaran yang dapat mempengaruhi kepemimpinan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Hal ini mencerminkan cita-cita demokrasi yang sehat, dimana setiap pemimpin harus mempertanggungjawabkan tindakannya dan dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran. Dengan demikian, proses ini menggaransi rakyat bahwa mereka memiliki mekanisme yang jelas untuk mengawasi dan mempengaruhi pemerintahan mereka jika diperlukan.
Dalam konteks ini, peran MPR sangat krusial. Sebagai lembaga yang mewakili kepentingan rakyat, MPR memastikan bahwa pemerintah menjawab pertanggungjawaban kepada rakyat melalui proses yang benar dan adil. Oleh karena itu, sidang perihal pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden menjadi sebuah instrumen penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan menegakkan nilai-nilai demokrasi.