Merupakan sebuah penegasan bahwa, idealnya, segala bentuk akunabilitas dan kritik terhadap pemerintah seharusnya dilakukan dalam batas-batas hukum. Namun, pertanyaan sering muncul, apakah orang yang memberontak atau menentang kepada pimpinan pemerintahan yang sah harus selalu dipandang secara negatif? Sebenarnya, jawabannya cukup rumit.
Di satu sisi, orang yang dengan berani memberontak atau menentang suatu pemerintahan yang sah, bisa disebut sebagai pemberontak atau kadang dalam istilah lebih ekstrem, pengkhianat. Biasanya, label ini dapat diberikan oleh pemerintah yang ada ataupun suara-suara dominan di masyarakat yang setuju dengan arah pemerintahan tersebut.
Dalam konteks hukum, istilah yang digunakan biasanya adalah ‘pemberontak’ atau ‘pembangkang’, dan bisa melibatkan berbagai sanksi kriminal jika aksi-aksi yang dilakukan mencakup kekerasan atau upaya untuk menggulingkan pemerintah secara tidak sah.
Di sisi lain, dalam sejarah seringkali kita melihat bahwa perubahan sosial signifikan dan pembentukan negara yang lebih demokratis dan adil sering kali dimulai oleh orang yang ‘memberontak’. Dalam sejarah demokrasi modern, banyak pemimpin dan aktivis yang disebut sebagai pemberontak oleh rezim yang ada, namun akhirnya dikenal sebagai pejuang kebebasan dan hak asasi manusia.
Begitu pula dalam konteks orang yang melakukan ‘penentangan’. Mereka yang menentang rezim yang ada, secara terbuka atau diam-diam, sering diidentifikasi sebagai ‘oposisi’. Dalam pemerintahan yang demokratis, keberadaan oposisi ini sangat penting dan diterima sebagai bagian dari proses demokrasi.
Mengkritik pemerintah dan kebijakan suatu negara, menentang dan memproyeksikan pandangan alternatif, dan secara damai memperjuangkan perubahan – semua ini adalah elemen kunci dari kebebasan berpendapat dan kebebasan berpolitik yang diakui secara internasional.
Dalam hal ini, pemerintah dan masyarakat seharusnya memberikan ruang yang cukup untuk mereka yang berani menunjukkan penentangan. Sebab, partisipasi aktif dari semua elemen masyarakat adalah dasar bagi perkembangan dan kemajuan demokrasi. Tentu saja, semua tindakan tersebut harus tetap berada dalam koridor hukum dan etika.
Jadi, seseorang yang menentang atau memberontak terhadap pemerintah sebenarnya bisa memiliki banyak wajah dan label, dan artinya sering kali tergantung pada konteks sejarah, politik, dan moral tertentu. Pengertiannya menjadi lebih kompleks jika kita menambahkan pertimbangan tentang ‘kebenaran’ dan ‘kesalahan’, serta ‘keadilan’ dan ‘ketidakadilan’.