Penegakan hukum dan peraturan lalu lintas di jalan raya adalah tugas yang kompleks dan melibatkan banyak stakeholder dari berbagai sektor. Di Indonesia, seperti di banyak negara lain di dunia, pelanggaran lalu lintas adalah masalah sehari-hari yang mencakup berbagai aspek, mulai dari pengemudi yang melampaui batas kecepatan hingga penggunaan trotoar oleh kendaraan roda dua secara ilegal.
Salah satu pelanggaran lalu lintas yang saat ini marak dan menjadi perhatian khusus adalah penggunaan trotoar oleh kendaraan roda dua. Trotoar sejatinya adalah ruang yang ditujukan bagi pejalan kaki agar dapat berjalan dengan aman dan nyaman tanpa terganggu oleh lalu lintas kendaraan. Akan tetapi, realitas di jalan raya seringkali menunjukkan hal sebaliknya. Trotoar yang semestinya menjadi zona aman bagi pejalan kaki, kini sering digunakan untuk melintas oleh pengendara motor.
Untuk menertibkan pelanggaran lalu lintas tersebut, tentu saja diperlukan penegakan hukum yang tegas dari pihak berwenang. Namun, pendekatan hukum saja tentunya tidak cukup. Diperlukan juga pendekatan dari sisi sosiologis sebagai pendidik. Jadi, apa sebenarnya yang harus dilakukan?
Pertama, edukasi masyarakat. Masyarakat harus diajarkan bahwa trotoar adalah ruang bagi pejalan kaki, bukan bagi kendaraan. Ini bisa dilakukan melalui kampanye di media massa, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Kedua, perubahan sikap masyarakat. Untuk mengubah perilaku seseorang, perlu adanya perubahan sikap terlebih dahulu. Jadi, masyarakat harus diajak untuk merubah sikap mereka terhadap penggunaan trotoar.
Ketiga, penerapan hukum yang tegas dan konsisten. Hukum lalu lintas harus ditegakkan secara tegas dan konsisten. Pelanggaran, tidak peduli seberapa kecil, harus ditindak.
Keempat, keterlibatan aktif masyarakat. Masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam upaya penertiban lalu lintas. Hal ini bisa berupa partisipasi dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran lalu lintas.
Jadi, jawabannya apa? Metode ini akan efektif jika dilakukan oleh semua pihak yang terlibat, mulai dari pemerintah, penegak hukum, dan tentu saja masyarakat itu sendiri. Memerlukan konsistensi dan kesabaran untuk mengubah perilaku pengendara yang telah terbiasa menggunakan trotoar sebagai jalur mereka. Namun, jika semua pihak bersedia untuk berkomitmen dan bekerja sama, hal ini sangat mungkin untuk dicapai.
Penertiban lalu lintas bukan hanya masalah penegakan hukum, tetapi juga tentang pendidikan dan perubahan sikap. Dengan pendekatan yang komprehensif, kita bisa menciptakan lingkungan jalan raya yang lebih aman dan nyaman untuk semua pengguna jalan.