Pada era demokrasi seperti saat ini, istilah “pembagian kekuasaan” seringkali disebut-sebut dan digunakan dalam berbagai diskusi mengenai sistem politik dan pemerintah. Prinsip pembagian kekuasaan adalah konsep penting dalam membentuk pemerintahan yang demokratis, karena hal tersebut membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh satu pihak atau individu. Akan tetapi, apa sebenarnya pengertian pembagian kekuasaan?
Terminologi “pembagian kekuasaan” mengacu pada distribusi komponen-komponen kekuasaan ke berbagai struktur atau indivdu dalam suatu organisasi atau negara. Dalam konteks pemerintahan sebuah negara, pembagian kekuasaan biasanya merujuk pada distribusi kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pembagian kekuasaan merupakan konsep yang telah lama ada dalam sejarah peradaban manusia, dan telah menjadi fondasi bagi banyak pemerintahan demokratis modern. Filosof politik seperti Montesquieu dan John Locke telah mengusulkan ide tentang pembagian kekuasaan untuk menciptakan sistem checks and balances dalam pemerintahan.
Montesquieu, dalam bukunya “The Spirit of The Laws”, menjelaskan bahwa pembagian kekuasaan diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Dia percaya bahwa kekuasaan harus dibagi sehingga satu pihak tidak memiliki kontrol total, dan oleh karena itu mampu menyeimbangkan satu sama lain.
Sementara itu, John Locke dalam konsep “Separation of Powers”, berpendapat bahwa pembagian kekuasaan memungkinkan masing-masing bagian kekuasaan dapat menjalankan fungsinya masing-masing tanpa campur tangan dari bagian lain. Dia berpendapat bahwa hal ini akan memungkinkan pemerintah berjalan lebih efektif dan adil.
Pembagian kekuasaan ini sangat penting dalam menciptakan pemerintahan yang stabil dan adil, serta mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan menerapkan prinsip ini, setiap bagian dari pemerintahan memiliki kekuatan dan tanggung jawab mereka sendiri-sendiri, dan tidak ada satu bagian pun yang dominan atau bisa mengendalikan seluruh sistem pemerintahan.