Sejarah politik Indonesia mencerminkan penekanan berbeda dalam keterlibatannya di panggung internasional dalam berbagai era pemerintahan. Masa Demokrasi Terpimpin, berlangsung antara tahun 1957 hingga 1966, menawarkan wawasan menarik untuk penelitian ini. Periode ini ditandai dengan pendekatan pemerintahan sentral yang kuat, yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Sesuai dengan kebijakan ini, Indonesia memainkan peran aktif dalam berbagai kegiatan internasional.
Pada masa ini, Indonesia berusaha membentuk perannya sebagai pemimpin di kawasan regional maupun internasional. Salah satu contoh yang nyata dari orientasi ini adalah keterlibatan aktif Indonesia dalam pendirian Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955, yang kemudian menjadi cikal bakal Gerakan Non-Blok. Peran Indonesia di sini bukan hanya menjadi tuan rumah konferensi, tetapi juga sebagai inisiator dan pendirian piagam bandung yang menjadi dasar kebijakan luar negeri bagi negara-negara non-blok.
Selain itu, Indonesia juga menjadi bagian integral dalam pembentukan dan perkembangan Maphilindo (Malaysia, Filipina, dan Indonesia) pada tahun 1963. Meski berakhir tidak lama setelah itu karena berbagai isu dan konflik, keterlibatan ini menandakan posisi strategis dan proaktif Indonesia dalam hubungan regional.
Masa Demokrasi Terpimpin juga memperlihatkan Indonesia yang berani menentang imperialisme dan kolonialisme. Ini terbukti dari keberhasilan Indonesia dalam mengadakan Konfrontasi dengan Malaysia dan penarikan diri dari Organisasi Perjanjian Antlantik Utara (NATO) serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai bentuk protes terhadap pembentukan Malaysia yang dilihat sebagai bentuk neo-kolonialisme.
Dengan demikian, peran aktif Indonesia dalam kegiatan internasional pada masa Demokrasi Terpimpin berperan penting dalam membentuk reputasi Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan berpengaruh. Meskipun terkadang kontroversial, peran ini menggambarkan Indonesia sebagai negara yang tidak takut untuk berdiri demi kepentingan dan prinsip-prinsipnya.