Periode antara tahun 1950 sampai 1959 dalam sejarah Indonesia sering disebut sebagai era “Demokrasi Liberal”. Era ini diawali dengan pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) dan berakhir dengan pemberlakuan Undang-Undang Dasar Sementara 1959 oleh Presiden Soekarno.
Demokrasi Liberal: Latar Belakang dan Peristiwa Penting
Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan oleh Presiden Soekarno, menandai awal dari era Demokrasi Liberal di Indonesia. Kembali sebagai negara kesatuan, Republik Indonesia, Soekarno berharap untuk mencapai stabilitas politik dan ekonomi, serta menyatukan berbagai kelompok etnis dan wilayah di Indonesia.
Peristiwa penting lainnya pada Era ini adalah pemilu pertama di Indonesia yang diadakan pada tahun 1955. Pemilu tersebut adalah tonggak penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, dan mewakili harapan untuk perubahan dan kemajuan. Hasilnya menghasilkan anggota parlemen dan membentuk Konstituante yang bertugas menyusun Undang-Undang Dasar.
Isu dan Tantangan
Namun, masa Demokrasi Liberal juga ditandai dengan sejumlah tantangan. Selama kurun waktu ini, pemberontakan sering muncul dari berbagai kelompok, baik yang berideologi komunis, nasionalis, ataupun agamis, seperti DI/TII, PRRI/Permesta, dan RMS, serta berbagai konflik regional lainnya. Ini mencerminkan tingkat ketidakstabilan yang serius dan merusak upaya untuk mencapai perdamaian dan kemajuan ekonomi.
Dari Demokrasi Liberal ke Demokrasi Terpimpin
Masa Demokrasi Liberal berakhir pada tahun 1959, ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959. Dekret ini membatasi kebebasan demokrasi, membubarkan Konstituante yang gagal merumuskan Undang-Undang Dasar, dan kembali ke UUD 1945. Soekarno kemudian memperkenalkan era “Demokrasi Terpimpin”, yang berlangsung hingga akhir masa kepemimpinan Soekarno di tahun 1966.
Periode antara tahun 1950 sampai 1959 menjadi tahun-tahun formatif bagi Indonesia. Tantangan yang muncul selama era ini masih memberikan pengaruh yang berarti pada struktur politik, ekonomi, dan sosial negara sampai hari ini.