Sejarah agama Kristen merupakan satu perjalanan yang kompleks dan penuh dengan fenomena dramatis serta perubahan signifikan. Salah satu perpecahan paling utama dan berpengaruh dalam sejarah Gereja Kristen, yang umumnya disebut dalam bahasa Indonesia sebagai Schisma Besar atau dalam bahasa Latin disebut “Schisma Mundi,” terjadi di tahun 1054 Masehi, bukan pada 1045. Mislanslation tersebut lazim terjadi dan perlu diperbaiki.
Latar Belakang Schisma Besar
Sebelum Perpecahan, Gereja Kristen awalnya merupakan satu kesatuan agama yang kokoh tetapi berpotensi konflik. Bagian utama yang mengalami ketegangan adalah antara Gereja Ortodoks di Timur (dengan pusat di Konstantinopel) dan Gereja Katolik di Barat (yang berbasis di Roma). Mereka memiliki perbedaan dalam hal doktrin, bahasa, politik dan budaya yang menjadi sumber ketidaksepakatan.
Konflik ini bermula dari isu-isu teologis, seperti hak ajaran Paus, cara menjalankan Ekaristi, dan perbedaan lainnya dalam teologi dan liturgi. Yang juga menjadi pertikaian adalah soal kalimat Filioque dalam Credo Niceno-Konstantinopolitanum. Gereja Barat menambahkan kalimat tersebut yang berarti “dan Anak” setelah frasa “dari Bapa”, sehingga menjadi “yang keluar dari Bapa dan Anak”. Namun, penambahan ini ditentang oleh Gereja Timur.
Kronologi Perpecahan
Di tahun 1054, dua utusan dari Paus Leo IX tiba di Konstantinopel dan meletakkan bula ekskomunikasi (pengucilan) di altar Hagia Sophia, secara simbolis menceraikan Patriark Michael I dari Komuni Gereja Katolik Roma. Sebagai balasan, Patriark Michael I juga mengucilkan utusan Paus tersebut.
Ini merupakan puncak dari keretakan yang sudah lama muncul dan merupakan awal formal dari perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur yang terus berlanjut hingga hari ini.
Dampak dari Schisma Besar
Perpecahan ini memiliki konsekuensi mendalam bagi sejarah Gereja dan dunia. Gereja Barat di Roma terus berkembang sebagai Gereja Katolik Roma dengan Paus sebagai pemimpin spiritual mereka. Sementara itu, Gereja Timur di Konstantinopel berkembang menjadi Gereja Ortodoks Timur dengan Patriark sebagai pemimpin mereka. Hal ini merujuk pada bagaimana dua gereja ini beroperasi, mengorganisir diri mereka, dan bagaimana mereka mendekati doktrin dan liturgi.
Perpecahan ini juga membawa dampak pada politik dan budaya di Eropa, dan pengaruhnya masih bisa dirasakan hingga hari ini dalam bentuk perbedaan antara negara-negara yang mayoritas penduduknya Katolik dan Ortodoks. Masing-masing gereja memiliki pengaruh yang luas dan berlanjut dalam kehidupan spiritual, budaya, dan politik masyarakat mereka.
Dengan demikian, Schisma Besar 1054 merupakan peristiwa penting yang mempengaruhi arah perkembangan sejarah Kristen dan dunia.