Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah hasil manifestasi rasa keadilan dan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap masalah korupsi yang merajalela. Namun, perkembangan praktik korupsi telah memaksa pemerintah untuk merevisi UU ini. Objek utama dalam pencarian kita adalah menganalisis apa saja perubahan utama dari UU korupsi yang diperbaharui ini.
Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang merupakan amandemen dari UU No. 31 Tahun 1999. UU ini disusun untuk memberikan hukuman yang lebih berat dan memperluas ruang cakupan tindakan yang bisa dianggap sebagai tindakan korupsi.
Perubahan Utama dalam UU Korupsi yang Diperbarui
- Ekspansi Definisi Korupsi: Definisi “Tindak Pidana Korupsi” telah diperluas berdasarkan UU. No. 20 Tahun 2001. Hukuman korupsi juga diperluas untuk mencakup lebih banyak situasi.
- Peningkatan Hukuman: UU yang diperbaru ini menetapkan hukuman maksimum seumur hidup atau minimal 4 tahun bagi pelaku korupsi. Sementara UU No. 31 Tahun 1999 awalnya hanya menetapkan hukuman maksimum 20 tahun.
- Pemulihan Aset: UU ini juga menekankan pemulihan aset. Hal ini mengharuskan bahwa, dalam kasus korupsi, aset koruptor harus disita dan dikembalikan ke negara.
- Peran Aktif Pihak Ketiga: UU ini juga melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dan organisasi non-pemerintah dalam melawan korupsi.
Pengesahan UU No 20 Tahun 2001 sebagai amandemen dari UU No. 31 Tahun 1999 menunjukkan keseriusan Indonesia dalam memerangi korupsi. UU ini memberikan alat yang lebih besar dan lebih kuat untuk pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Meski begitu, perjalanannya masih panjang dan penuh tantangan mengingat faktor budaya, politik, dan ekonomi yang ikut berperan dalam pemberantasan korupsi.