Perubahan penting dalam struktur pemerintahan Belanda terjadi pada awal abad ke-19, dimana Kerajaan Belanda berubah menjadi sebuah monarki konstitusional.
Pada tahun 1795, Republik Belanda runtuh karena pertumbuhan nasionalisme dan revolusi politik yang berlangsung di Eropa, terutama Revolusi Prancis. Belanda kemudian berada di bawah kekuasaan Prancis dan menjadi Republik Batav. Setelah berakhirnya kekuasaan Napoleans, Willem I dinobatkan menjadi Raja Belanda pertama pada tahun 1815, dan sistem pemerintahan berubah menjadi monarki konstitusional.
Perubahan ini memiliki dampak signifikan terhadap VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie (Perusahaan Hindia Timur Bersatu). VOC, yang didirikan pada tahun 1602, merupakan perusahaan dagang multinasional dan mega-korporasi yang mengendalikan perdagangan antara Asia dan Eropa. VOC pada umumnya beroperasi di bawah mandat dan perintah Kerajaan Belanda.
Saat Republik Belanda menjadi Republik Batav, VOC mengalami kebangkrutan dan resmi dibubarkan pada tahun 1800. Aset-aset VOC kemudian diambil alih oleh pemerintah Belanda. Dengan berubahnya pemerintahan Republik Batav menjadi Monarki Konstitusional, aset-aset VOC tetap berada dalam pengawasan pemerintah.
Dalam konteks perubahan negeri Belanda dan dampaknya pada VOC, boleh dikatakan bahwa perubahan pemerintah dari republik ke monarki konstitusional berpengaruh besar. Ibukota kolonial Belanda di Hindia Timur (Indonesia sekarang), Batavia, menjadi berada di bawah pemerintahan langsung monarki Belanda dan menjadi bagian dari kerajaan kolonial kekaisaran Belanda yang baru, yang dikenal sebagai Hindia Belanda.
Sekalipun VOC telah lenyap, pengaruh dan warisannya masih dapat dirasakan hingga saat ini, terutama dalam sejarah perdagangan dan kolonialisme global serta sejarah Indonesia sebagai bekas koloni Belanda. Meskipun demikian, perubahan dalam struktur pemerintahan Belanda menjadi monarki konstitusional adalah akhir dari era VOC dan awal dari era baru dalam sejarah Belanda dan koloninya.