Menikah selama lebih dari satu dekade tanpa memperoleh keturunan bisa menjadi pengalaman yang sangat emosional dan menantang. Situasi ini mempengaruhi banyak pasangan di seluruh dunia, termasuk Rita dan Agung. Meskipun demikian, menikah bukan hanya tentang memiliki anak secara biologis. Ini juga tentang membangun hubungan yang penuh kasih dan suportif, sesuatu yang bisa dicapai melalui adopsi.
Pasangan itu memilih untuk mengadopsi, sebuah tindakan yang tampaknya merupakan solusi paling tepat dan penuh kasih dalam situasi mereka. Adopsi tidak hanya memberikan anak yang membutuhkan rumah, tetapi juga memberikan kehidupan yang stabil dan penuh kasih kepada anak tersebut. Dalam konteks hukum, adopsi berada di bawah landasan hukum yang solid dan sangat diatur.
Dalam konteks hukum di Indonesia, adopsi diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan juga Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Penggantian Nama, Kelahiran Dua Kali, dan Adopsi. Hukum tersebut mengatur proses adopsi dan juga memastikan bahwa hak-hak anak yang diadopsi dilindungi. Hal ini memastikan bahwa adopsi dilakukan dengan tujuan yang baik dan etis.
Ketika Rita dan Agung memilih untuk mengadopsi, mereka beroperasi dalam batas-batas hukum ini. Tindakan mereka tidak hanya mematuhi hukum yang berlaku, tetapi juga membawa suka cita dan kasih sayang kepada hidup anak yang membutuhkan. Dengan demikian, mereka telah membuat pilihan hukum dan etis yang baik dalam situasi mereka.
Dengan kata lain, adopsi yang dilakukan Rita dan Agung sepenuhnya sesuai dengan hukum yang berlaku dan merupakan sebuah tindakan penuh kasih dan dihargai oleh masyarakat maupun hukum. Kedaulatan mereka untuk mengadopsi anak sesuai dengan undang-undang di Indonesia dan menjadi bukti bahwa membentuk sebuah keluarga tidak selalu harus melalui jalur biologis.