Penulis legenda sering kali mencurahkan kerumitan karakter dan peristiwa melalui kisah mereka. Salah satu contoh menarik adalah kutipan yang kita analisis saat ini, “Sebermula ada pun yang berjalan itu pertama Maharaja Dandah, kemudian menjadi saya pikir itu Maharaja Baruang, dan menjadi Kepala Jalan Maharaja Syahmar dan Raja Perkasa yang menjadi ekor sekali, dan beberapa pula raja-raja sekalian isi rimba itu berjalan dengan segala rakyat tentaranya mengirimkan Tuan Syekh Alim di rimba itu serta dengan tempik soraknya.”
Kutipan ini memberikan gambaran penuh akan penyerangan raja-raja terhadap Tuan Syekh Alim dan rakyatnya, yang berakibat pada pergerakan yang menyerupai guntur, mengguncang seluruh hutan itu dan memaksa makhluk-makhluk untuk mencari perlindungan.
Tentu saja, kutipan di atas tidak hanya menceritakan tentang peristiwa itu sendiri, tetapi juga membangkitkan suasana ketegangan dan takut yang dirasakan oleh penghuni hutan. Perumpamaan “seperti halilintar membelah bumi” menunjukkan kekuatan dan ancaman yang ditimbulkan oleh raja-raja itu, yang menekan semua sesuatu di jalan mereka.
Saat menilik keseluruhan alur cerita yang lebih besar, kutipan ini mungkin dapat kita temui di bagian tengah cerita, di mana konflik mencapai klimaksnya dan karakternya dipaksa untuk berhadapan dengan kekuatan yang menentang mereka. Maka dari itu, kutipan ini berfungsi sebagai momen penting di dalam alur cerita, mendorong aksi dan konflik ke arah penghentian yang memuaskan atau solusi untuk cerita tersebut.
Tentu saja, penafsiran di atas tergantung pada konteks seluruh cerita, namun ini berfungsi untuk menunjukkan bagaimana satuan-satuan kecil dalam tekstual bisa menjadi bagian penting dari alur yang lebih besar.