Maujud dalam bahasa dan sastra, majas atau style figuratif adalah elemen penting yang memberikan daya tarik dan dinamisme pada suatu teks. Pemilihan kata dan frasa yang tepat dapat membangun gambaran yang menarik dan menggugah emosi pembaca. Salah satu majas yang sering digunakan adalah majas personifikasi, yaitu teknik menyematkan sifat atau perilaku manusia kepada objek non-manusia.
Jika kita mempertimbangkan kalimat “Sejak kekalahannya ia bahkan tidak berani menampakkan punggungnya,” kita mungkin tergoda untuk mengidentifikasi ini sebagai bentuk personifikasi, namun kita harus berhati-hati. Dalam rangka untuk memastikannya, kita perlu mempertimbangkan subjek dan konteks yang dituangkan oleh kalimat tersebut.
Namun dalam banyak kasus, kalimat seperti ini dapat diklasifikasikan sebagai majas hiperbola. Hiperbola adalah bentuk majas yang melebih-lebihkan fakta atau situasi dengan tujuan untuk menonjolkan efek dramatis atau humoris. Dalam kalimat “Sejak kekalahannya ia bahkan tidak berani menampakkan punggungnya,” kita bisa melihat bagaimana penulis mencoba menekankan pada sejauh mana orang tersebut merasa malu atau takut sebagai akibat dari kekalahannya.
Namun, untuk memastikannya, diperlukan konteks dan pengetahuan lebih lanjut tentang subjek dan situasi yang sedang dibahas. Dalam beberapa kasus, kalimat ini bisa saja tidak menggunakan majas sama sekali, tergantung pada apa yang dimaksud dengan ‘menampakkan punggungnya.’ Jika itu merujuk pada perilaku atau aksi secara harfiah, maka tidak ada majas yang digunakan.
Menentukan jenis majas yang digunakan dalam suatu kalimat seringkali menantang dan membutuhkan interpretasi. Namun, dengan pemahaman yang baik tentang majas dan kemampuan untuk menganalisis konteks dan niat penulis, kita bisa lebih efektif dalam menguraikan kalimat dan teks sastra.