Wudhu merupakan syarat penting dalam kebersihan ritual dan persiapan sebelum menjalankan ibadah salat dalam ajaran Islam. Salah satu pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah wudhu batal atau tidak jika suami menyentuh istri, dan bagaimana pandangan empat imam mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali) mengenai hal tersebut.
Mazhab Hanafi
Menurut Mazhab Hanafi, yang didirikan oleh Imam Abu Hanifah, wudhu tidak batal hanya karena suami menyentuh istri. Sang imam berpendapat bahwa wudhu hanya batal apabila terjadi hubungan seksual atau keluarnya al-mazi (cairan yang keluar saat rangsangan seksual).
Mazhab Maliki
Mazhab Maliki, yang didirikan oleh Imam Malik, juga memiliki pandangan yang serupa dengan Mazhab Hanafi. Menurut Mazhab Maliki, wudhu tidak batal jika suami menyentuh istri, selama tidak ada keluarnya mani atau al-mazi. Jadi, wudhu tetap sah dan tidak perlu diperbarui.
Mazhab Syafii
Berbeda dari dua mazhab sebelumnya, Mazhab Syafii yang didirikan oleh Imam Syafii memiliki pandangan yang lebih ketat dalam hal ini. Menurut Mazhab Syafii, suami yang menyentuh istri dengan niat bersentuhan atau tergugah rasa syahwat (tanpa ada penghalang antara kulit mereka secara langsung) maka wudhunya dianggap batal.
Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali, yang didasarkan pada ajaran Imam Ahmad ibn Hanbal, memiliki pandangan yang sangat mirip dengan Mazhab Syafii. Dalam Mazhab Hanbali, wudhu dianggap batal jika suami menyentuh istri secara langsung dengan niat atau tergugah rasa syahwat.
Kesimpulan
Dalam pandangan empat imam mazhab, tidak ada pendapat yang sepenuhnya sama mengenai apakah wudhu batal jika suami menyentuh istri. Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa wudhu tidak batal hanya karena suami menyentuh istri, kecuali ada keluarnya mani atau al-mazi. Sementara itu, Mazhab Syafii dan Hanbali berpendapat bahwa wudhu batal jika suami menyentuh istri dengan niat bersentuhan atau tergugah rasa syahwat.
Dalam hal ini, setiap muslim disarankan untuk mengikuti pandangan mazhab yang diyakini dan diikuti, serta menghormati perbedaan pendapat di antara para ulama dalam masalah ini.