Konsep “Takut akan Tuhan” menjadi pondasi mendasar dalam berbagai tradisi dan agama di seluruh dunia. Kata “takut” dalam konteks ini, tidak semata-mata berarti rasa takut dalam pengertian harfiah, tetapi lebih kepada rasa hormat dan takzim terhadap kebesaran Tuhan. Menyadari kebesaran Tuhan-lah yang menjadi permulaan dari pengetahuan.
Meletakkan Tuhan sebagai Pusat Pengetahuan
Pengetahuan dimulai ketika kita mengakui dan memahami terlebih dahulu bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan untuk-Nya. Dengan kata lain, ketika kita memiliki kesadaran spiritual yang kuat, kita akan mulai mencari pengetahuan. Materi pengetahuan tersebut bisa berupa ilmu pengetahuan alam, sosial, teknologi, hingga spiritualitas. Melalui pengetahuan ini, kita akan semakin bisa memahami makna hidup dan alam semesta.
Namun, pengetahuan tersebut harus dibarengi dengan hikmat, yang merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dengan bijaksana. Pengetahuan tanpa hikmat sama saja dengan memiliki gudang yang penuh dengan emas, namun tidak tahu bagaimana cara memanfaatkannya.
Sikap Orang yang Menghina Hikmat dan Didikan
Lalu, bagaimana dengan “orang bodoh yang menghina hikmat dan didikan”? Orang bodoh, dalam hal ini, bukan berarti seseorang yang kekurangan pengetahuan. Tidak. Sebaliknya, kata “bodoh” di sini merujuk pada seseorang yang menolak menuntut ilmu, menolak belajar dari pengalaman, dan terutama, menolak menghargai hikmat dan didikan.
Orang seperti ini tidak menghargai proses belajar dan berpikir bahwa mereka sudah tahu segalanya. Mereka menjauh dari hikmat dan mengejek didikan yang harus mereka terima. Hal ini, tentunya, sangat merusak, karena tanpa pengetahuan, hikmat, dan didikan, seorang individu tidak akan bisa berkembang dan menjalani hidup dengan baik.
Kesimpulan
Orang bodoh yang menghina hikmat dan pendidikan menjadi suatu adagium dalam kehidupan kita sehari-hari. Memahami serta menerapkannya dalam kehidupan kita dapat membantu kita terus belajar dan berkembang.
Dengan memahami bahwa takut akan Tuhan adalah permulaan dari pengetahuan, maka kita akan menghargai dan merespon dunia dengan penuh keagungan dan hormat. Setiap pengetahuan dan hikmat yang kita peroleh seharusnya membawa kita semakin dekat dengan Tuhan dan sesama, bukan menjauhkan atau merendahkan mereka.
Dengan demikian, kita bukan hanya menjadi individu yang cerdas, tetapi juga individu yang bijaksana dan berhati lembut. Jadi, tanamkanlah rasa takut itu dalam diri sebagai permulaan pengetahuan dan hindarilah sikap bodoh yang menghina hikmat dan didikan. Ingatlah, bersama pengetahuan dan hikmat, ada perlambatan dan respek yang tulus pada Tuhan dan juga pada dunia di sekitar kita.