Ilmu

Tradisi Minum Tuak, Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Sebelum Datangnya Wali Songo: Metode Penyebaran Dakwah Yang Dilakukan Para Wali

×

Tradisi Minum Tuak, Kepercayaan Animisme dan Dinamisme Sebelum Datangnya Wali Songo: Metode Penyebaran Dakwah Yang Dilakukan Para Wali

Sebarkan artikel ini

Pada masa sebelum datangnya Wali Songo di Nusantara, masyarakat masih memiliki berbagai tradisi dan sistem kepercayaan yang berakar kuat, seperti tradisi minum tuak dan kepercayaan animisme dan dinamisme. Ketika Islam mulai memasuki Nusantara, para Wali, termasuk Wali Songo, dalam tugasnya menyebarkan ajaran Islam, berhadapan langsung dengan beragam tradisi dan sistem kepercayaan ini.

Menghadapi situasi yang demikian, para Wali memilih untuk melakukan dakwah dengan kelembutan, kedamaian, dan dilakukan secara perlahan serta bertahap. Metode ini disebut dengan metode dakwah secara cultural approach.

Metode Dakwah Cultural Approach

Metode dakwah cultural approach ini mengedepankan proses akulturasi dan sinkretisme budaya. Para wali berupaya memasukkan ajaran-ajaran Islam ke dalam tradisi dan budaya lokal secara halus dan tidak menggurui sehingga dapat lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Perlunya Pendekatan Budaya

Pendekatan budaya ini diperlukan karena para wali menyadari bahwa perubahan sistem kepercayaan bukanlah hal yang mudah dan tidak dapat dilakukan secara instan atau paksaan. Mereka menghindari konflik dan pergolakan dengan menerima dan menghargai budaya lokal, sekaligus memperkenalkan konsep-konsep Islam secara perlahan dan bertahap.

Implementasi Pendekatan Budaya

Dalam konteks tradisi minum tuak, misalnya, para wali tidak langsung melarang tradisi tersebut. Namun, mereka merubah konotasi dan pemahaman masyarakat terhadap tuak dengan memperkenalkan konsep ‘khamr’ dalam Islam, yang merujuk pada segala jenis minuman yang dapat memabukkan. Proses ini dilakukan secara bertahap dan melalui pendekatan pendidikan secara halus.

Demikian juga dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, para wali tidak mencoba untuk membasmi kepercayaan tersebut secara langsung. Sebaliknya, mereka memadukan unsur-unsur kepercayaan tersebut dengan ajaran-ajaran Islam, seperti konsep tauhid (persatuan Tuhan), yang bukan saja mempercayai adanya roh atau semangat tetapi juga percaya bahwa hanya ada satu Tuhan yang berhak disembah.

Melalui metode dakwah cultural approach ini, para wali berhasil merubah pandangan dan sikap masyarakat terhadap Islam yang pada awalnya asing menjadi lebih akrab dan diterima secara luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *