Tradisi Sekaten yang diadakan di Keraton Surakarta, juga dikenal sebagai Keraton Kasunanan Surakarta, adalah peristiwa tahunan yang sangat penting dan sakral. Sekaten berasal dari kata Arab, Syahadatain, yang berarti dua kalimat syahadat. Tradisi ini digunakan untuk memperingati dan merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sejarah Tradisi Sekaten
Menurut sejarah, tradisi Sekaten ini diadakan pertama kali oleh Sunan Kalijogo, salah satu dari sembilan Wali Songo (penyebar Islam di tanah Jawa) pada abad ke-15. Tujuannya adalah untuk menyebarkan ajaran Islam di kalangan masyarakat Jawa yang saat itu masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Sunan Kalijogo memanfaatkan media kesenian dan budaya lokal, salah satunya adalah gamelan yang dimainkan selama tujuh hari penuh. Dengan demikian, masyarakat Jawa saat itu menjadi tertarik dan terlibat, dan melalui keramaian itu, paham Islam mulai tersebar dan diterima.
Pelaksanaan Tradisi Sekaten
Sekaten di Keraton Surakarta dilakukan dengan cara memainkan gamelan ageng atau gamelan besar yang hanya dimainkan saat upacara Sekaten dan tidak digunakan pada waktu lain. Gamelan ini disimpan di dua pagoda, yaitu Pagoda Kyai Gunturmadu dan Pagoda Kyai Nogowilogo. Pelaksanaan tradisi Sekaten dimulai tanggal 5 sampai 12 Mulud (bulan dalam kalender Jawa) yang bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriah.
Selama proses ini, dua set gamelan tersebut dipukul secara bersamaan dari pagi hingga tengah malam. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keharmonisan dan mencerminkan filosofi bahwa kehidupan di dunia ini penuh dengan suka dan duka, serta memberikan aura spiritual yang kuat bagi yang mendengarnya.
Signifikansi Tradisi Sekaten
Puncak dari Sekaten adalah prosesi pengarakkan gamelan ageng menuju Masjid Agung Surakarta, di mana upacara akan berakhir dengan sholat dan doa bersama. Tradisi Sekaten ini menjadi simbol penghormatan dan pengingat atas kelahiran dan kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Tradisi Sekaten juga bertujuan untuk mempersatukan masyarakat dan mengajarkan nilai-nilai kerukunan dan toleransi, karena selama proses ini, semua lapisan masyarakat, dari raja hingga rakyat biasa, berkumpul dan merayakan bersama. Hal ini mencerminkan unsur-unsur utama ajaran Islam seperti persatuan, keragaman dan kasih sayang.
Tradisi Sekaten di Keraton Surakarta, dengan demikian, merupakan bagian integral dari budaya dan sejarah Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Itu juga memainkan peran penting dalam mempertahankan dan merayakan warisan budaya dan sejarah Islam di Indonesia.