Piagam Jakarta merupakan piagam yang tercipta pada tanggal 22 Juni 1945, merupakan naskah historis yang berisi hasil keputusan Panitia Sembilan yang saat itu ditugaskan untuk merumuskan dasar negara Indonesia. Naskah ini menggambarkan konsepsi yang dicita-citakan oleh tokoh-tokoh pada masa itu terhadap bentuk negara dan pemerintahan yang akan dipilih oleh bangsa Indonesia. Piagam Jakarta dianggap sebagai naskah awal Pancasila, yang menjadi dasar negara Indonesia yang berlaku hingga saat ini.
Dalam naskah Piagam Jakarta, terdapat salah satu kontroversi mengenai tujuh kata yang akhirnya dihilangkan setelah Muhammadiyah, para pemimpin Indonesia Timur, dan aliran nasionalis non-Muslim kembali merasa tidak setuju akan kalimat tersebut. Tujuh kata yang kemudian dihilangkan dalam Piagam Jakarta adalah:
"…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya…".
Tujuh kata tersebut terdapat dalam kalimat lengkap berikut:
"… dalam suatu Undang-Undang Dasar mengenai negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, dengan berkedaulatan rakyat, yang berkedaulatan rakyat, yang adil dan makmur berdasarkan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya…".
Adanya perdebatan mengenai tujuh kata tersebut karena banyak pihak yang menganggap redaksinya memberi kesan negara yang akan dibentuk adalah lebih untuk mengutamakan syariat Islam daripada semangat kesatuan Indonesia yang bersifat multikultural dan multireligius.
Titik temu dicapai ketika para pemimpin Indonesia Timur yang beragama Kristen, Muhammadiyah, dan para nasionalis non-Muslim lainnya mengusulkan agar tujuh kata tersebut dihilangkan, sehingga konsepsi tentang negara dan pemerintahan baru tidak hanya diorientasikan untuk satu agama, melainkan untuk semua agama yang ada di Indonesia. Akhirnya, para pemimpin yang terlibat dalam diskusi tersebut sepakat untuk menghilangkan tujuh kata, dan menggantinya dengan Sila Pertama pada Pancasila, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan dihilangkannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, negara Indonesia memiliki landasan yang adil, toleran, dan inklusif bagi berbagai suku, agama, dan golongan yang ada dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara. Hal ini menjadi dasar bagi mewujudkan negara Indonesia yang majemuk dan pluralis yang bersemangat persatuan dan kesatuan.