Sebelum saya memulai, inilah kutipan asli dari Hikayat Si Miskin:
“Si Miskin, dia juga dikenal sebagai orang termiskin di desa. Setiap hari, dia bekerja keras memerah keringat, mencari makan dengan taruhan nyawanya. Walaupun sudah berusaha sekuat tenaga, dia tak kunjung lepas dari belenggu kemiskinan.”
Mari kita beri soul dan gaya baru pada kutipan di atas.
Pada suatu ketika, dalam lipatan zaman yang tak bisa dituntun oleh alat pencatat waktu, berdiri sebuah desa yang kalah gempita dengan peradaban modern. Di desa itu, hiduplah seorang pria yang selalu dipanggil dengan Panggilan Si Miskin.
Setiap terbit fajar, budaya kerja keras mengalir dalam darah Si Miskin, layaknya matahari yang memulai aktifitasnya berkicau dan membakar semangat harian. Sementara pagi masih malu-malu memperlihatkan diri, ia sudah bergegas, memulai pekarangannya, mencari pencaharian dalam petikan rimbun pepohonan dan hutan yang menjadi sumber hidup desa tersebut. Tidak sekalipun keluh kesah melintasi fikiran dan ucapan Si Miskin. Segalanya dilakukan demi sesuap nasi dan kehidupan yang layak untuk didapatkan.
Namun, hidup tidak selalu indah seperti cahaya senja perlahan melabuh pada horizon. Si Miskin, dengan sekuat tenaga dan pantang menyerah, belum juga mampu membebaskan diri dari belenggu kemiskinan yang mencekiknya. Biarpun demikian, ia tidak lantas berhenti berjuang.
Dia adalah seperti padi di sawah, semakin berisi semakin merunduk. Si Miskin, secara fisik memang miskin, namun ia kaya akan semangat, ketabahan, dan ketegaran hati. Hidupnya adalah petualangan tanpa akhir melawan keadaan, dan dari sinilah kita dapat belajar tentang makna sebenarnya dari kehidupan.
Cerpen di atas telah memperkaya makna yang tersirat dalam Hikayat Si Miskin dengan elemen-elemen seperti latar, perkembangan karakter, konflik, dan momen perubahan. Semoga ini memberikan perspektif baru untuk Anda dalam mencerna Hikayat Si Miskin.