Ketegangan yang sering kali menjadi pertanyaan di masyarakat adalah ketidaksepahaman atau keberatan yang muncul dari beberapa golongan atau kawasan, terutama wilayah timur, dalam menginterpretasi sila pertama dari Pancasila, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Utusan-utusan dari Wilayah Timur sering kali merasa bahwa interpretasi ini tidak sepenuhnya mempertimbangkan budaya dan agama mereka.
Menurut mereka, keberatan ini bukan tanpa alasan. Beberapa utusan dari wilayah timur merasa bahwa sila pertama Pancasila cenderung dipahami sebagai monoteisme dalam agama yang mayoritas, yaitu Islam. Namun, wilayah timur Indonesia adalah wilayah yang plural, di mana banyak agama dan kepercayaan hidup berdampingan, seperti animisme, kristen, hindu, dan lainnya.
Mereka percaya bahwa makna “Ketuhanan Yang Maha Esa” di Pancasila harus diinterpretasikan secara lebih luas dan inklusif, bukan hanya terbatas pada konsep monoteistik. Sebagai contoh, bagi masyarakat animisme di beberapa wilayah timur, mereka memiliki banyak dewa dan roh, tidak hanya satu tuhan. Oleh karena itu, bagi mereka, konsep “Ketuhanan Yang Maha Esa” dapat membingungkan dan mengecilkan konsep ketuhanan dalam keyakinan mereka.
Keberatan ini sangat penting untuk diperhatikan dalam konteks negara yang beragam seperti Indonesia. Dalam dialog dan diskusi, masyarakat perlu mendengarkan dan memahami perspektif dan keberatan dari setiap kawasan, termasuk utusan dari Wilayah Timur.
Kita sebagai bangsa harus belajar untuk lebih berempati dan mencari solusi terbaik yang bisa diterima oleh semua pihak. Kita perlu memahami bahwa Indonesia adalah bangsa yang beragam dan plural, dan setiap individu memiliki hak yang sama untuk dihargai dan dihormati keyakinannya.
Namun, perspektif yang berbeda ini tentu memberikan tantangan kepada kita semua untuk mencari pemahaman yang lebih inklusif dan universal tentang Pancasila, terutama sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Melalui pendekatan yang penuh toleransi dan inklusif, kita akan bisa menciptakan satu visi bersama tentang Pancasila yang menghargai keberagaman dan memberikan keadilan bagi semua pihak.
Jadi, jawabannya apa? Masalah ini mungkin tidak akan segera terselesaikan, tetapi kita perlu selalu siap untuk mendengar, berdiskusi, dan mencari pemahaman dan solusi bersama yang bisa diterima oleh semua pihak. Semoga dialog terbuka dan toleransi menjadi kunci penyelesaian perbedaan ini.